Fadhilah dan Khasiat Membaca Wirid Sholawat Nabi 1000 Kali Setiap Hari
Kehebatan dan ketenaran khasiat Sholawat Nabi tidak
diragukan lagi. Dzikir dan wirid dengan membaca sholawat Nabi mempunyai manfaat
yang luar biasa. Berikut ini beberapa Kisah Fadhilah Keajaiban dan Khasiat
Sholawat Nabi. Membaca Sholawat Nabi menunjukkan kecintaan seorang muslim
kepada nabinya. Shalawat Nabi memang salah satu dzikir yang sangat dianjurkan
menjadi amalan rutin bagi siapa saja. Karena sholawat adalah perintah langsung
dari Allah yang termaktub dalam al-Qur’an. Bahkan dinyatakan dalam ayat itu
bahwa Allah dan para Malaikat-Nya pun bersholawat kepada Nabi. Melihat ini tentu bacaan sholawat ini adalah
sesuatu yang sangat bernilai.
Macam-Macam Jenis Sholawat Nabi
Di masyarakat muslim
di seluruh dunia, utamanya di Indonesia, ada banyak macam sholawat yang dikenal. Ada
Sholawat Nabi, Sholawat Jibril, Sholawat Nariyah, Sholawat Nuridzati, Sholawat
Nuril Anwar, Sholawat Fatih, Sholawat Thibbil Qulub dan sebagainya. Semuanya
adalah merupakan pernyataan cinta penyusunnya dan juga pembacanya kepada
baginda Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam.
Meski ada yang tidak setuju dengan macam-macam sholawat yang
ada, namun menurut hemat penulis semuanya adalah ungkapan perasaan cinta kepada
Rasulullah dari umatnya. Dan penyusunnya adalah para ulama yang tentu saja
memiliki ilmu yang sangat tinggi dibanding kita generasi abad ini.
Kisah-Kisah Keajaiban
Sholawat
Kisah pertama dialami oleh KH.Ahmad Masduqie Machfudzh yang
ditulis di web nu online. Shalawat dan shalat jamaah adalah dua “senjata”
Achmad Masduqie Machfudh. Tiap menerima aduan masalah dari masyarakat, ia
selalu berwasiat untuk membaca shalawat, minimal 1000 kali setiap hari dan
10.000 kali setiap malam Jum’at.
Rais Syuriyah PBNU periode 2010-2015 yang juga pendiri
Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Nurul Huda Mergosono Malang ini memiliki
pengalaman menarik tentang shalawat Nabi, tepatnya pada tahun 1956, saat ia
masih duduk di sebuah SLTA di Yogjakarta.
Suatu ketika, ia mendapat gangguan jin di sebuah masjid
tempat belajarnya sehingga selama tiga hari Maduqie muda merasa ingin banyak
makan tapi anehnya tidak bisa buang hajat. Di hari ke empat, tubuhnya pun
sangat panas dan saat itu juga beliau berpesan kepada adiknya.
“Dek, nanti kalau aku mati, tolong jangan bawa pulang
janazahku ke Jepara tetapi dikuburkan di Jogja saja,” pinta kiai yang wafat
pada 1 Maret 2014 ini kepada sang adik. Kiai Masduqie datang ke Jogja berniat
untuk mondok. Beliau khawatir syahidnya hilang jika wafat di Jogja namun
jenazahnya dimakamkan di Jepara.
Sontak saja adiknya semakin khawatir kondisinya. Maka
diajaklah sang kakak menemui seorang seorang kiai. “Mari kita pergi ke kiai
itu, kiai yang Mas biasa ngaji di hari Ahad.”
Kiai Masduqie menerima ajakan adiknya. Pergilah beliau
bersama adiknya dengan naik becak dan sampai di rumah pak kiai yang di maksud
pada pukul satu malam. Ketika beliau datang, pintu rumah Pak Kiai masih
terbuka. Tentu tengah malam itu sang tuan rumah sudah tidak melayani tamu,
karena sejak pukul 10 malam adalah waktu khusus Pak Kiai untuk ibadah kepada
Allah. Karena melihat Masduqie muda yang datang di tengah malam dengan keadaan
payah, kiai pun mempersilahkan Masduqie muda beristirahat di rumah.
Masduqie muda pun tertidur di rumah kiai itu. Baru beberapa
jam di rumah kiai, tepatnya pukul 3 malam, beliau terbangun karena merasa mulas
ingin buang hajat. Setelah itu, rasa sakit dan panas yang dirasakan sedikit
hilang.
Pada pagi harinya, beliau yang masih panas badannya bertemu
dengan Pak Kiai. “Pak Kiai, saya sakit”. Bukannya merasa iba, Pak Kiai hanya
tersenyum. Dan anehnya, rasa panas yang beliau rasakan hilang seketika itu.
Pak Kiai dawuh, “Mas, sampean gendeng mas.”
“Kenapa gendeng, Yai?” tanya Masduqie muda.
“Iya, wong bukan penyakit dokter, sampean kok bawa ke
dokter, ya uang sampean habis. Pokoknya kalau sampean kepengin sembuh, sampean
tidak boleh pegang kitab apapun,” jawab kiai.
Jangankan membaca, menyentuh saja tidak diperbolehkan.
Padahal pada saat itu, Masduqie muda dua bulan lagi akan mengikuti ujian akhir
sekolah.
“Yai, dua bulan lagi saya ujian, kok enggak boleh pegang
buku,” Masduqie muda matur kepada Pak Kiai.
Seketika itu Pak Kiai menanggapinya dengan marah-marah,
“Yang bikin kamu lulus itu gurumu? Apa bapakmu? Apa mbahmu?”
Masduqie muda menjawab, “Pada hakikatnya Allah, Yai.”
“Lha iya gitu!” timpal Pak Kiai.
“Lalu bagaimana syariatnya (upaya yang dilakukan), Yai?”
tanya Masdqie muda lagi.
“Tiap hari, kamu harus baca shalawat yang banyak,” jawab,
Pak Kiai.
Masduqie muda kembali bertanya, “Banyak itu berapa, Yai?”
Pak Kiai pun menjawab, “Ya paling sedikit seribu, habis baca
1000 shalawat, minta ‘dengan berkat shalawat yang saya baca, saya minta lulus
ujian dengan nilai bagus’.”
Ya sudah, Masduqie muda tidak berani pegang kitab maupun
buku, karena memang ingin sembuh. Mendengar cerita dari Masduqie muda, Paman
beliau marah-marah. “Bagaimana kamu ini? Dari Jepara ke sini, kamu kok nggak
belajar?” Masduqie muda tidak berani komentar apa-apa. Karena beliau
menuruti dawuh kiai untuk tidak
menyentuh kitab atau buku, beliau nurut saja.
Menjelang beliau ujian, pelajaran bahasa Jerman, bukunya
ternyata diganti oleh gurunya dengan buku yang baru. Karena masih dilarang
menyentuh buku, maka beliau tetap taat titah kiai.
Setelah ujian, Masduqie muda dipanggil guru bahasa Jerman.
Pak Guru : Kamu her
(remidi/mengulang)
Masduqie : Berapa
nilai saya pak?
Pak Guru : Tiga!
Masduqie : Iya,
Pak. Kapan, Pak?
Pak Guru : Seminggu
lagi
Namun setelah seminggu, Masduqie muda tidak langsung
mendatangi guru bahasa Jerman, karena larangan pegang buku belum selesai. Baru
setelah selesai, Masduqie muda mendatangi Pak Guru.
Masduqie : Pak,
saya minta ujian, Pak.
Pak Guru : Ujian
apa?
Masduqie : Ya ujian
bahasa Jerman, Pak.
Pak Guru : Lha kamu
bodoh apa?
Masduqie : Lho
kenapa, Pak?
Pak Guru : Nilai
delapan kok minta ujian lagi. Kamu itu minta nilai berapa?
Masduqie : Lho, ya
sudah Pak, barang kali bisa nilai sepuluh.
Dari nilai angka 3, karena shalawat, akhirnya mingkem
menjadi angka 8. Setelah itu, beliau tidak pernah meninggalkan baca shalawat.
Itulah satu pengalaman shalawat KH Masduqie Mahfudz saat muda.
Kisah keajaiban sholawat 2
Juga dialami oleh KH. Ahmad Masduqie Mahfudh sebagai Wasilah
untuk Atasi Penyakit dan Kesulitan. Pengalaman shalawat beliau lagi, yakni
ketika Kiai Masduqie harus melaksanakan dinas dinas di Tarakan, Kalimantan
Timur. Pada suatu hari, ada tamu pukul 5 sore, dan bilang ke Kiai Masduqie,
“Saya disuruh oleh ibu, disuruh minta air tawar.”
Kiai Masduqie mengaku masih bodoh saat itu. Seketika itu ia
menjawab, “Ya, silakan ambil saja, air tawar. kan banyak itu di ledeng-ledeng
itu.”
“Bukan itu, Pak. Air tawar yang dibacakan doa-doa untuk
orang sakit itu, Pak,” kata si tamu.
“O, kalau itu ya tidak bisa sekarang. Ambilnya harus besok
habis shalat shubuh persis.”
Kiai Masduqie menjawab begitu karena beliau ingin bertanya
kepada sang istri perihal abah mertua yang sering nyuwuk-nyuwuk (membaca doa
untuk mengobati) dan ingin tahu apa yang dirapalkan. Ternyata istri beliau
tidak tahu tentang doa yang dibaca abahnya di rumah. Padahal Kiai Masduqie
sudah janji.
Habis isya’ saat beliau harus wiridan membaca dalail, beliau
menemukan hadits tentang shalawat. Inti hadits tersebut kurang lebih, “Siapa
yang baca shalawat sekali, Allah beri rahmat sepuluh. Baca shalawat sepuluh,
Allah beri rahmat seratus. Baca shalawat seratus, Allah beri rahmat seribu.
Tidak ada orang yang baca shalawat seribu, kecuali Allah mengabulkan
permintaanya.”
Setelah mencari di berbagai kitab, ketemulah hadits tersebut
sebagai jawabannya. Lalu belaiu pun bangun di
tengah malam, mengambil air wudlu dan air segelas, setelah itu membaca
shalawat seribu kali. Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidinâ Muhammad.
Setelah beliau selesai membaca seribu shalawat, beliau
berdoa, ”Allahumaj’al hadzal ma’ dawâ-an liman syarabahu min jamî’il amrâdh”.
Arti doa tersebut, “Ya allah, jadikanlah air ini sebagai obat dari segala
penyakit bagi peminumnya”. Lalu meniupkan ke air gelas dan baca shalawat satu
kali lagi. Di pagi hari, diberikanlah air tersebut kepada orang yang
memintanya.
Setelah tiga hari, ada berita dari orang tersebut bahwa si
penderita penyakit sudah sembuh setelah meminum air dari Kiai Masduqie.
Padahal, sakitnya sudah empat bulan dan belum ada obat yang bisa menyembuhkan.
Dokter pun sudah tidak sanggup menangani penyakit yang diderita orang ini dan
menyarankan untuk mencari obat di luar. Anehnya, pemberi kabar itu mengatakan
bahwa Kiai Masduqie selama tiga hari itu mengelus-elus perut orang yang sakit.
Mengelus-ngelus perut? Tentu saja tidak, apalagi si
penderita penyakit adalah perempuan yang bukan mahramnya. Hal itu juga mustahil
karena Kiai Masduqie selama tiga hari di rumah saja. Berkat shalawat, atas izin
Allah penyakitnya sembuh.
Sejak peristiwa itu di Kalimantan timur Kiai Masduqie terkenal
sebagai guru agama yang pintar nyuwuk. Sampai penyakit apa saja bisa
disembuhkan. Jika beliau tidak membacakan shalawat, ya istri beliau
mengambilkan air jeding, yang sudah dipakai untuk wudlu. Ya sembuh juga
penyakitnya. Inilah pengalaman shalawat Kiai Masduqie ketika dinas di
Kalimantan.
Kisah-kisah lain tentang keajaiban dan khasiat Sholawat
Cerita lain, suatu ketika beliau harus ke Samarinda dengaan
naik kapal pribadi milik Gubernur Aji Pangeran Tenggung Pranoto. Dalam
pertengahan perjalanan melalui laut, tepatnya di Tanjung Makaliat kapal yang
diinaikinya terkena angin puting beliung. Maka goyang-goyanglah kapal tersebut.
Kiai Masduqie sadar, berwudlu, lalu naik ke atas kapal. Beliau ajak para awak
kapal untuk mengumandangkan adzan agar malaikat pengembus angin dahsyat
tersebut berhenti. Lalu berhentilah angin tersebut. Inilah salah satu pengalaman
shalawat Kiai Masduqie.
“Kalau ada orang menderita penyakit aneh-aneh, datang ke
Mergosono, insya Allah saya bacakan shalawat seribu kali. Kalau ndak mempan
sepuluh ribu kali, insyaallah qabul,” kata Kiai Masduqie saat pengajian di
Majelis Riyadul Jannah.
“Berkat shalawat Nabi, sampean tahu sekarang, saya bangun
pondok sampai tingkat tiga, nggak pernah minta sokongan dana masyarakat,
mengedarkan edaran, proposal nggak pernah. Modalnya hanya shalawat saja. Uang
yang datang ya ada juga, tapi nggak habis-habis. Itu berkat shalawat,” lanjut
Kiai Masduqie dalam pengajiannya.
Kisah lainnya, suatu ketika, seorang bidan mengadu kepada
Kiai Masduqie tentang suaminya yang pergi meninggalkannya karena terpikat
dengan wanita lain. Ia berharap suaminya bisa kembali. Abah, demikian para
santrinya menyapa, menjawab bidang tersebut dengan tegas menganjurkan untuk
baca shalawat. Bidan pun secara istiqamah mengamalkannya, dan dalam selang
beberapa lama suaminya kembali seraya bertobat.
Kiai Masduqie memiliki sembilan putra/putri ini yang di
samping sarjana juga bisa membaca kitab semua. Saat anak beliau ada yang mau
ujian, di samping putranya juga disuruh baca shalawat, belaiu juga membacakan
shalawat untuk kelancaran dan kesuksesan putra-putrinya.
Kiai Masduqie pernah dawuh, ”Berkat shalawat Nabi SAW, semua
yang saya inginkan belum ada yang tidak dituruti oleh Allah. Belum ada
permintaan yang tidak dituruti berkat shalawat Nabi. Semua permintaan saya
terpenuhi berkat shalawat”.
Inilah beberapa kisah fadhilah, kehebatan, keajaiban dan khasiat bacaan
sholawat yang sangat luar biasa. Selain dijanjikan syafaat dari Nabi, ada
bonus-bonus lain bagi mereka yang senantiasa mengamalkan dzikir sholawat Nabi
ini.
Mari selalu kita amalkan membaca wirid dan dzikir Sholawat
Nabi. Selain mendapatkan syafaat dari Nabi, insya Allah manfaat di dunia juga
akan kita dapatkan. Shallu ‘alan Nabi
Muhammad! Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammad.
Belum ada Komentar untuk "Fadhilah dan Khasiat Membaca Wirid Sholawat Nabi 1000 Kali Setiap Hari"
Posting Komentar